Pengaruh Merokok Terhadap Penyakit Jantung Koroner


Pengaruh Merokok Terhadap Penyakit Jantung KoronerPengaruh Merokok Terhadap Penyakit Jantung Koroner – PJK atau Penyakit Jantung Koroner merupakan penyakit kardiovaskular yang memiliki angka morbiditas dan mortalitas tertinggi pada kelompok penyakit tidak menular baik di dunia maupun di Indonesia. Salah satu faktor perilaku tidak sehat yang sering dikaitkan dengan kejadian penyakit jantung koroner adalah kebiasaan merokok. Pemicu tersebut disebabkan oleh jenis bahan kimia yang terkandung dalam rokok, mulai dari proses pembuatan hingga pembakaran saat dihisap oleh perokok aktif (U.S. Departmen of Health and Human Services, 2010). Kenali pula 11 Faktor Risiko Penyebab Penyakit Jantung Koroner.

Jenis bahan kimia yang mendapat perhatian lebih dalam sebagai penyebab terjadinya penyakit jantung koroner adalah nikotin dan karbon monoksida. Selain nikotin dan karbon monoksida, zat lain yang juga menjadi pemicu terjadi penyakit jantung koroner adalah zat oksidan. Pada sebatang rokok, zat oksidan terdiri beberapa bahan kimia seperti nitrogen, tar, dan bahan radikal lainnya. Banyaknya zat oksidan tersebut dapat menyebabkan pengurangan zat antioksidan yang ada di dalam tubuh secara drastis dan menyebabkan peningkatan produksi LDL (Low-Density Lipoproterin).

Data dari Global Adult Tobacco Survey yang dilakukan oleh WHO di Indonesia tahun 2011 menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah perokok terbanyak ketiga dibandingkan dengan negara lain di dunia, dan menempati peringkat pertama dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Apabila data perokok tersebut dibedakan berdasarkan jenis kelamin, maka perokok laki-laki di Indonesia menempati peringkat ketiga dibandingkan perokok laki-laki di dunia, sedangkan perokok perempuan menempati peringkat ke tujuh belas dibandingkan perokok perempuan di dunia. Rata-rata batang yang dihisap oleh baik perokok laki-laki maupun perempuan adalah sebanyak 12 batang setiap harinya (WHO, 2011).

Pedoman Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah yang dikeluarkan Departemen Kesehatan pada tahun 2007 menyebutkan bahwa kebiasaan merokok bukan merupakan faktor risiko utama penyebab terjadinya penyakit jantung koroner. Namun diperkirakan dalam perkembangannya beberapa tahun kedepan akan menjadi faktor risiko utama bersama dengan faktor risiko utama lainnya seperti hipertensi, kolesterol, dan diabetes mellitus (Depkes RI, 2007).

Penderita Jantung Koroner Berdasarkan Riwayat Lama Merokok

Sebuah hasil penelitian di Poli Jantung RSUD Sidoarjo pada Mei tahun 2016 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita penyakit jantung koroner maupun penderita non penyakit jantung koroner memiliki riwayat merokok selama ≥ 33 tahun, yaitu sebanyak 11 orang penderita penyakit jantung koroner (57,9%) dan sebanyak 16 orang penderita non penyakit jantung koroner (84,2%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnawulan Afriyanti, dkk, kepada 69 perokok di Poli Klinik Pusat Jantung, Pembuluh Darah, dan Otak Terpadu RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada tahun 2014. Hasil penelitian Afriyanti tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penderita penyakit jantung koroner maupun non penyakit jantung koroner memiliki riwayat merokok selama lebih dari 10 tahun, yaitu sebanyak 38 penderita penyakit jantung koroner (55,1%) dan sebanyak 19 penderita non penyakit jantung koroner (27,5%) (Afriyanti, et al ., 2015).

Seseorang yang merokok akan mengalami dose effect, yaitu suatu keadaan dimana semakin muda umur seseorang ketika pertama kali memiliki kebiasaan merokok maka semakin tinggi pula risiko seseorang tersebut untuk terkena berbagai dampak rokok, salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Kematian akibat penyakit kardiovaskular meningkat pada perokok yang mulai merokok pada umur lebih muda. Hal tersebut diakibatkan oleh semakin muda seseorang merokok maka semakin banyak dan lama perokok tersebut terpapar bahan kimia yang ada pada rokok. Paparan kimia yang terlalu banyak pada tubuh dapat menyebabkan sel mengalami iritasi bahkan peradangan yang apabila semakin lama terjadi dapat meminimalkan sel tersebut untuk diperbaiki atau disembuhkan (CDC, 2010).

Dose effect pada perokok dapat berkurang apabila perokok mengurangi kebiasaan merokok atau bahkan berhenti merokok sama sekali. Risiko penyakit jantung koroner pada perokok aktif yang telah berhenti merokok pada satu tahun pertama sama dengan separuh risiko penyakit jantung koroner pada seseorang yang masih merokok setiap hari. Apabila perokok aktif yang menderita penyakit jantung koroner telah berhenti merokok selama kurang lebih lima belas sampai dua puluh tahun, maka risikonya akan menurun menjadi sama dengan risiko penderita penyakit jantung koroner yang tidak merokok sama sekali (Action on Smoking and Health, 2013).

Jenis Rokok yang Dominan bagi Penderita Penyakit Jantung Koroner

Sebagian besar penderita penyakit jantung koroner merokok jenis kretek, berbeda dengan penderita non penyakit jantung koroner yang sebagian besar merokok jenis filter. Ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ratnawulan Afriyanti, dkk, kepada 69 perokok di Poli Klinik Pusat Jantung, Pembuluh Darah, dan Otak Terpadu RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada tahun 2014. Hasil penelitian Afriyanti, dkk menunjukkan bahwa sebagian besar responden penderita penyakit jantung koroner—yaitu sebanyak 34 responden—merokok jenis kretek (49,3%) dan sebagian besar responden penderita non penyakit jantung koroner—yaitu sebanyak 16 responden—merokok jenis filter (23,3%) (Afriyanti, et al ., 2015).

Jenis rokok kretek yang banyak beredar dan dihisap oleh masyarakat di Indonesia merupakan rokok yang terbuat dari campuran beberapa bahan, diantaranya yaitu tembakau, cengkeh, dan zat kimia lainnya, termasuk tar. Kandungan tar pada jenis rokok kretek cukup tinggi, yaitu > 10 mg pada setiap batangnya (WHO, 2011). Rokok kretek yang berlabelkan ‘rendah tar’ bahkan mengandung tar sebanyak 14 mg pada setiap batang dan nikotin sebanyak 1 mg pada setiap batang. Meskipun cukup tinggi, kandungan zat kimia pada jenis rokok kretek masih dalam batas aman sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan yang menyebutkan batas kandungan tar pada rokok adalah 20 mg pada setiap batang dan batas kandungan nikotin pada rokok adalah 1,5 mg pada setiap batang.

Tar merupakan salah satu zat kimia yang selau ada pada setiap batang rokok, baik rokok jenis kretek maupun rokok jenis filter. Tar yang secara terus menerus dikonsumsi dapat menyebabkan noda kuning kecokelatan pada gigi perokok. Tar juga merupakan senyawa kimia yang memiliki sifat karsinogenik (pemicu sel-sel kanker) dan merupakan salah satu zat yang berkontribusi terhadap terjadinya penyakit jantung koroner (Action on Smoking and Health, 2014). Tar sendiri mengandung beberapa zat kimia lainnya seperti zat arang dan ion besi (Fe2+), di mana keduanya memiliki sifat sebagai zat oksidan. Zat oksidan bersama apabila disatukan dengan radikal bebas yang terkandung pada rokok maka dapat meningkatkan proses peroksidasi pada lapisan membrane sehingga memicu terjadinya gangguan endothelial, atheroskerosis, dan penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung koroner (Valavanidis, et al ., 2009).

Begitulah pengaruh merokok terhadap penyakit jantung koroner. Saat ini banyak beredar jenis rokok kretek maupun jenis rokok filter yang mencantumkan label ‘rendah tar’ pada kemasannya. Label tersebut dapat mengakibatkan adanya kesalahpahaman di masyarakat, dan memicu pemikiran yang beranggapan bahwa rokok rendah tar lebih aman daripada rokok yang biasanya (Action on Smoking and Health, 2014).

Senada dengan itu, The American Federal Trade Commission (FTC) mengemukakan bahwa rokok dengan label rendah tar tidak menentukan seberapa banyak jumlah kadar tar yang masuk ke tubuh saat rokok dihisap. Hal ini dikarenakan jumlah kadar tar yang masuk ke tubuh juga dipengaruhi oleh bagaimana cara perokok menghisap rokoknya. Jika perokok menghisap rokoknya lebih dalam, lebih lama, dan lebih banyak batang yang dihisap maka tentu jumlah tar yang masuk ke tubuh akan lebih banyak meskipun rokok yang dihisap adalah rokok dengan label ‘rendah tar’. Berhati-hatilah dengan rokok agar dapat terhindar dari penyakit jantung koroner, bila perlu berusahalah secara bertahap untuk meninggalkan kebiasaan merokok.